Jane Schrivner dalam bukunya yang berjudul Cantik, Sehat, dan Bugar meminta kita memerhatikan tanda-tanda ketidakberesan organ tubuh. Ibarat lampu pengatur lalu lintas, tubuh yang tidak sehat itu biasanya memberikan sinyal-sinyal khusus.
Sinyal itu, antara lain berupa kulit kusam tidak bersinar, selulit, berat badan sulit dikendalikan, rambut rontok, menipis, dan sulit ditata, serta lesu tak bersemangat. Bila sinyal itu diabaikan, kondisi tubuh bisa menjadi parah.
Dalam kondisi tubuh seperti itu, Schrivner menyarankan menjalani program detoks selama 30 hari untuk membuang racun yang telah bertahun-tahun tertimbun di dalam tubuh.
Detoks adalah proses menghilangkan sifat racun dari toksin yang dibuang keluar tubuh. Menurut ahli detoks Andang W. Gunawan, detoks ini diperlukan agar tubuh terbebas dari toksin, sehingga tubuh menjadi sehat dan bugar.
Pasalnya, gaya hidup manusia modern yang serba sibuk, lingkungan hidup kurang sehat dan kurang memerhatikan kesehatan tubuh membuat beban organ tubuh semakin berat.
Pola hidup yang kurang sehat itu membuat tugas liver menjadi berat. Liver adalah organ yang berfungsi menetralkan toksin yang masuk ke dalam tubuh dan membuangnya melalui ginjal berupa air seni dan feses.
Mengeluarkan racun dari dalam tubuh itu penting untuk memelihara kesehatan organ tubuh. Setiap hari, tubuh secara alami membuang racunnya melalui media keringat dan buang air besar (BAB).
Tapi, BAB setiap hari itu ternyata bukan ukuran bahwa detoksifikasi atau proses pembuangan zat-zat racun dari dalam tubuh sudah cukup. Indikasi jumlah toksin atau racun dalam tubuh sedang meningkat itu, antara lain terlihat dari sering sakit kepala, sering sariawan, kulit sering bermasalah atau tubuh mudah lelah.
Kalau usus besar yang bisa diibaratkan sebagai septic tank itu penuh dengan kotoran yang melebihi batas kemampuan sistem pembuangan, kata Andang, di sinilah perlu dimulai terapi atau program detoks.
Jika tidak dilakukan detoks, racun akan menyebabkan toksemia [keracunan dalam darah]. Hampir semua penyakit regeneratif atau kerusakkan bertahap pada organ vital yang dapat menyebabkan kematian, erat hubungannya dengan toksemia.
Pasalnya, sel tubuh itu memperoleh makanan dari darah, sedangkan darah memperolehnya dari usus. Setiap zat yang dikonsumsi oleh tubuh diserap melalui dinding-dinding usus dan kemudian didistribusikan oleh darah ke setiap sel-sel tubuh.
Jika ada racun dalam saluran usus, racun akan terserap dan ikut beredar bersama darah ke seluruh tubuh. Racun-racun itu memacu terjadinya berbagai kondisi penyakit degeneratif akut dan kronis, menyebabkan tubuh kekurangan energi dan penuaan dini.
Detoksifikasi yang benar adalah solusi untuk memberi tubuh zat-zat gizi yang tepat dan memberi kesempatan pada tubuh untuk lebih leluasa melakukan pembuangan. Organ yang memegang peran kunci dalam proses detoksifikasi adalah liver dan saluran usus.
Tubuh bugar
Saat ini beragam metode detoks ditawarkan di pasaran, seperti merendam kaki, minum antioksidan, minum jus, minum susu organik hingga membersihkan usus besar. Intinya, metode itu ditujukan untuk membuat tubuh bugar.
Artis Catherine Wilson, misalnya, menjaga kebugaran tubuh dengan membiasakan diri mengonsumsi air kunyit buatan sang ibu sejak berusia 13 tahun. Namun kini, dia mengaku menambahkan suplemen Toxilite untuk menjaga kesehatan tubuhnya.
Metode detoks yang hanya memaksa tubuh mengeluarkan racun sangat berbahaya. Karena itu, memberi makanan yang benar dan mendukung kerja organ-organ tersebut sangat penting selama melakukan program detoks.
Bagi pemula, Andang yang bersertifikat ahli detoks dari International School of Detoxification, Port Charlotte, Florida, Amerika Serikat ini menyarankan memulai program detoks dengan cara lebih banyak mengonsumsi buah dan sayuran segar terlebih dahulu.
Makanan yang dikonsumsi sebaiknya mengandung kadar air tinggi dan serat yang membantu melancarkan pembuangan dari usus, kaya vitamin, mineral dan antioksidan yang diperlukan oleh tubuh.
Tahap selanjutnya, melakukan puasa dan menggunakan suplemen khusus detoks jika diperlukan. Suplemen sebaiknya yang mengandung bahan makanan organik. Makanan pembentuk asam selama tiga hari sampai tujuh hari sebelum melakukan program detoks dikurangi.
Selama menjalani puasa sangat dianjurkan menghilangkan dahulu makanan pembentuk asam tersebut. Proses pengeluaran racun awalnya terasa lamban. Bahkan, jika racun sudah terbentuk lama, proses pengeluarannya butuh waktu. Proses detoksifikasi yang baik tidak instan, tapi hasilnya tahan lama.
Menjalani detoks memang tidak mudah. Reaksi yang muncul selama proses detoks tidak sama setiap orang. Gejala yang biasanya muncul, antara lain warna urin lebih keruh dan baunya tajam. Terutama, bagi yang tubuhnya banyak mengonsumsi obat-obat non herbal.
Reaksi lain, sering buang angin dengan bau menusuk, pusing, mual, nyeri sendi, batuk, pilek, kotoran disertai lendir yang cukup pekat dan hasrat makanan tinggi. Kondisi tersebut sering mengejutkan. Di sinilah, pelaku detoks diuji kesabarannya. Bukankah menjadi sehat memang membutuhkan usaha dan pengorbanan?
sumber:http://www.susukolostrum.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar